Pemimpin China, Xi Jinping, berjanji akan bekerja sama dengan Presiden terpilih Donald Trump dalam pertemuan terakhirnya dengan pemimpin Amerika Serikat (AS) saat ini Joe Biden pada Sabtu (16/11/2024).
Keduanya bertemu di sela-sela pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) tahunan di Peru. Xi Jinping mengatakan tujuan Beijing untuk hubungan yang stabil dengan Washington tidak akan berubah.
“China siap bekerja sama dengan pemerintahan AS yang baru untuk menjaga komunikasi, memperluas kerja sama, dan mengelola perbedaan,” kata Xi Jinping dilansir dari BBC, Minggu (17/11/2024).
Biden mengatakan persaingan strategis antara kedua kekuatan global tidak boleh meningkat menjadi perang.
“Kedua negara kita tidak dapat membiarkan persaingan ini berubah menjadi konflik. Itu adalah tanggung jawab kita dan selama empat tahun terakhir saya pikir kita telah membuktikan bahwa hubungan ini mungkin untuk dijalin,” ujar Biden.
Dalam kesempatan itu, mereka mengakui memiliki hubungan diplomasi yang “pasang surut” selama empat tahun masa jabatan Biden. Namun keduanya menyoroti kemajuan dalam menurunkan ketegangan pada isu-isu terkait perdagangan dan Taiwan.
Analis mengatakan hubungan AS-China bisa menjadi lebih tidak stabil ketika Trump kembali menjabat dalam dua bulan. Hal itu didorong oleh sejumlah faktor, termasuk janji untuk menaikkan tarif impor China.
Presiden AS terpilih, Trump, telah menjanjikan tarif 60 persen untuk semua impor dari China. Dia juga telah menunjuk pejabat tinggi China untuk menduduki posisi-posisi penting di luar negeri dan pertahanan.
Analis juga menyatakan Beijing kemungkinan besar akan khawatir tentang ketidakpastian kebijakan Trump. “China siap untuk bernegosiasi dan bertransaksi, dan mungkin berharap untuk terlibat lebih awal dengan tim Trump guna membahas transaksi potensial,” kata Direktur pelaksana Program Indo-Pasifik German Marshall Fund, Bonnie Glaser.
“Namun, pada saat yang sama, mereka siap untuk membalas jika Trump bersikeras mengenakan tarif yang lebih tinggi pada China,” tambahnya.
Ia menyebut China mungkin khawatir bahwa mereka tidak memiliki akses yang dapat diandalkan untuk memengaruhi kebijakan Trump.
Adapun selama masa jabatan pertama Trump, China disebut sebagai “pesaing strategis”. Namun, hubungan kedua negara memburuk ketika eks presiden itu menyebut Covid sebagai “virus dari China” selama pandemi.
Sementara itu, selama masa jabatan Biden, hubungan AS-China terlihat bergejolak. Termasuk kisah balon mata-mata dan unjuk kekuatan militer China di sekitar Taiwan yang dipicu oleh kunjungan seorang pejabat senior AS.
Biden pada hari Sabtu mengakui selalu ada ketidaksepakatan dengan Xi Jinping, tetapi menambahkan bahwa diskusi antara dirinya dan pemimpin China tersebut telah berlangsung secara terbuka dan jujur.
Biden dan Joe Biden telah mengadakan tiga pertemuan tatap muka selama masa Biden di Gedung Putih, termasuk pertemuan penting pada tahun lalu di San Francisco di mana kedua negara mencapai kesepakatan untuk memerangi narkotika dan perubahan iklim.
Namun, Gedung Putih Biden juga melanjutkan tarif dagang era Trump. Pemerintah Biden turut memberlakukan bea masuk pada Mei yang menargetkan mobil listrik, panel surya, dan baja China.
Biden juga memperkuat aliansi pertahanan di seluruh Asia dan Pasifik untuk melawan meningkatnya ketegasan China di kawasan tersebut. Presiden yang akan lengser itu juga mengatakan AS akan membela Taiwan jika negara itu diserbu oleh China.